Belajar Pada Naruto


 Tugas ini mengingatkan saya pada diri saya beberapa tahun yang lalu. Saya sekolah di salah satu sekolah Dasar di desa saya. Mungkin teman-teman di sekolah saya pasti akan selalu ingat jika ditanya tentang saya. Siapa yang tak kenal dengan nama Ali Afifi di sekolah tersebut. Siswa paling bodoh, paling malas, dan paling nakal.

 Tak pernah rasanya saya lewatkan ujian di sekolah saya tanpa remedial. Mungkin jika tidak dengan kesabaran guru-guru saya, saya sudah dikeluarkan dari sekolah tersebut. Bayangkan siswa kelas empat sekolah dasar belum bisa membaca, menulis dan ditambah dengan kenakalannya yang luar biasa. 

Tak kurang kiranya bisikan tetangga tentang saya. Semua wali murid mungkin sudah tahu kalau saya adalah siswa yang paling tidak pernah dipanggil sebagai juara disaat akhir tahun. Paling jika ada, sebatas juara lomba lari karung atau lari kelereng. 

Akhirnya dengan kebijakan kepala sekolah, saya diberikan waktu tambahan. Setiap pulang sekolah untuk satu jam saya akan mendapatkan bimbingan membaca dan menulis di kantor, oleh salah satu guru saya. Namun nihil, dua satu tahun berlalu, segala inisiatif tersebut tak pernah mendapatkan hasil yang memuaskan. 

Saya sendiri juga sudah muak dengan diri saya yang begitu bodoh, sempat saya rasanya ingin berhenti saja sekolah dari saking malunya dengan teman-teman yang saya rasa sudah jauh diatas saya. Sampai pada akhirnya saya menyukai anime Naruto. 

Tokoh Naruto dalam anime tersebut saya rasa adalah benar-benar saya, Manusia paling bodoh di sekolah. Begitupun dengan Naruto yang bahkan lebih parah lagi dari saya. Naruto dengan tekatnya berjuang demi mewujudkan keinginannya untuk menjadi Hokage di desa Konoha. Siang dan malam dia kerahkan untuk latihan demi mengejar mimpinya. 

Entah karena apa, semangat saya kemudian terpompa bersamaan dengan suara samar Naruto dengan teriakan semangatnya yang tak pernah pudar. Sosok anime tersebut terus terbayang samar dalam ingatan saya.

 Saya sadar atas keterbatasan saya sebagai manusia, saya sadar atas cercaan orang-orang kepada saya dan saya sadar atas takdir Tuhan pada diri saya. Namun diam bukanlah jalan yang harus saya tempuh. Bukankah dengan ucapan "kun" nya, Tuhan dapat merubah segalanya, menciptakan segala yang ada dari ketiadaan. 

Memang Tuhan telah menakdirkan sesuatu kepada kita, namun bukankah takdir Tuhan itu bersifat rahasia. Siapa yang tahu bahwa saya akan menjadi orang kaya, atau saya akan menjadi orang pintar?. 

Adakah diantara kita yang sudah tahu kalau kita akan berada disini, kalau pada detik ini anda akan membaca tulisan ini?. Bukankah takdir kita hanya Tuhan saja yang tahu? , lantas dengan alasan apa kebodohan dalam diri kita, kita anggap sebagai takdir dari yang maha kuasa sehingga membuat kita berpasrah diri kepada-nya?. 

Pernahkah kita mendengar ayat yang mengatakan bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum tersebut mau mengubah dirinya?. Bukankah ayat itu sudah cukup bagi kita untuk membuktikan pentingnya suatu usaha?.

 Jean Paul Sartre pernah berkata, "Manusia adalah kebebasan, Manusia dikutuk untuk memilih". Bagi Jean Paul Sartre manusia terlempar kedunia dengan sebuah kenyataan yang tidak dapat dielakkan. Adakah diantara kita yang bisa memilih untuk terlahir sebagai laki-laki atau perempuan, sebagai orang pintar atau bodoh?. Tentu jawabannya tidak ada. Namun apakah kita tidak dapat mengubah kenyataan pada diri kita?. Saya terlahir sebagai orang yang bodoh, apakah saya tidak bisa menjadi pandai?. Tentu saja bisa. 

Adakah di akademi ninja manusia yang lebih bodoh dari Naruto? Atau Adakah di Konohagakure manusia yang lebih di kucilkan dari Naruto?. Namun dengan kerja kerasnya Naruto bisa merubah itu, dia bisa menjadi yang terbaik di Konohagakure dan bahkan dia bisa menjadikan dirinya di akui oleh semua warga desa.

Filsuf stoic membagi antara sesuatu yang bisa kita kendalikan dan sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan. Menjadi pintar, kaya, atau semacamnya tentu tidak dapat kita kendalikan. Sering kita mencoba untuk menjaga baik dihadapan orang lain, ujungnya nihil. Pernah kita belajar mati-matian saat ujian, namun yang terbaik malah orang lain. 

Semua impian belum tentu dapat tercapai, karena keberhasilan tidak berada dibawah kendali kita. Namun Siapakah yang bisa menentukan semangat kita, yang bisa memadamkan perjuangan kita?. Semangat dan keinginan berada dibawah kontrol diri kita sendiri. Mungkin impian boleh tidak tercapai, namun semangat tentu harus tetap tak boleh pupus.

Komentar